Senin, 05 Januari 2015

hukum berjudi



tentang “Judi” termasuk “Sabung Ayam” yang lebih dikenal dengan tajen selain dilarang oleh Agama, juga secara tegas dilarang oleh hukum positif (KUHP). Hal ini dapat diketahui dari ketentuan pasal 303 KUHP, Jo. UU No.7 tahun 1974 tentang Penertiban Judi Jo. PP.No.9 tahun 1981 Jo. Instruksi Presiden dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.5, tanggal 1 April 1981. Hal ini disadari pemerintah, maka dalam rangka penertiban perjudian, pasal 303 KUHP tersebut dipertegas dengan UU. No.7 1974, yang di dalam pasal 1, mengatur semua tindak pidana judian sebagai kejahatan. Di sini dapat dijelaskan bahwa semua bentuk judi tanpa izin adalah kejahatan tetapi sebelum tahun 1974 ada yang berbentuk kejahatan (pasal 303 KUHP), ada yang berbentuk pelanggaran (pasal 542 KUHP) dan sebutan pasal 542 KUHP, kemudian dengan adanya UU.No.7 1974 diubah menjadi pasal 303 bis KUHP.

Dalam pasal 2 ayat (1) UU. No.7 1974 hanya mengubah ancaman hukuman pasal 303 ayat (1) KUHP dari 8 bulan penjara atau denda setinggi-tingginya 90.000 rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya 10 tahun atau denda sebanyak-banyaknya 25 juta rupiah. Di dalam pasal 303 ayat (1)-1 Bis KUHP dan pasal 303 ayat (1)-2 Bis KUHP memperberat ancaman hukuman bagi mereka yang mempergunakan kesempatan, serta turut serta main judi, diperberat menjadi 4 tahun penjara atau denda setinggi-tingginya 10 juta rupiah dan ayat (2)-nya penjatuhan hukuman bagi mereka yang pernah dihukum penjara berjudi selama-lamanya 6 tahun atau denda setinggi-tingginya 15 juta rupiah.

Memang ironisnya sekalipun secara eksplisit hukum menegaskan bahwa segala bentuk “judi” telah dilarang dengan tegas dalam undang-undang, namun segala bentuk praktik perjudian menjadi diperbolehkan jika ada “izin” dari pemerintah.Perlu diketahui masyarakat bahwa Permainan Judi ( hazardspel ) mengandung unsur ; a) adanya pengharapan untuk menang, b) bersifat untung-untungan saja, c) ada insentif berupa hadiah bagi yang menang, dan d) pengharapan untuk menang semakin bertambah jika ada unsur kepintaran, kecerdasan dan ketangkasan.

Dan secara hukum orang dapat dihukum dalam perjudian, ialah : 1) Orang atau Badan Hukum (Perusahaan) yang mengadakan atau memberi kesempatan main judi sebagai mata pencahariannya, dan juga bagi mereka yang turut campur dalam perjudian (sebagai bagian penyelenggara judi) atau juga sebagai pemain judi. Dan mengenai tempat tidak perlu ditempat umum, walaupun tersembunyi, tertutup tetap dapat dihukum ; 2) Orang atau Badan Hukum (Perusahaan) sengaja mengadakan atau memberi kesempatan untuk main judi kepada umum, disini tidak perlu atau tidak disyaratkan sebagai mata pencaharian, asal ditempat umum yang dapat dikunjungi orang banyak/umum dapat dihukum, kecuali ada izin dari pemerintah judi tersebut tidak dapat dihukum ; 3) Orang yang mata pencahariannya dari judi dapat dihukum ; 4) orang yang hanya ikut pada permainan judi yang bukan sebagai mata pencaharian juga tetap dapat dihukum. (vide, pasal 303 bis KUHP).

Kalau mengacu pada Peraturan Pemerintah, tepatnya dalam pasal 1 PPRI No.9 tahun 1981 yang isi pokoknya melarang memberikan izin terhadap segala bentuk perjudian, baik dalam bentuk judi yang diselenggarakan di “kasino”. di “keramaian” maupun dikaitkan dengan alasan lain, yang jika dikaitkan lagi dengan isi pasal 2 dari PPRI No.9 tahun 1981 yang intinya menghapuskan semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan PPRI No.9 tahun 1981 ini, khususnya yang memberikan izin terhadap segala bentuk perjudian, maka ini dapat berarti pasal 303 ayat (1) dan/atau pasal 303 bis KUHP tidak berlaku lagi.

Agaknya pengaturan tentang “judi” terdapat pengaturan yang saling bertentangan, disatu pihak UU No.7 tahun 1974 Jo. pasal 303 KUHP yang mengatur tentang “judi” bisa diberi izin oleh yang berwenang, disisi lain bertentangan dengan aturan pelaksanaannya, yaitu PPRI No.9 tahun 1981, yang melarang “judi” (memberi izin) perjudian dengan segala bentuknya. Memang secara azas theory hukum, PPRI No.9 tahun 1981 tersebut dengan sendirinya batal demi hukum, karena bertentangan dengan peraturan yang di atasnya.

Atas dasar ini Kepolisian hanya dapat menindak perjudian yang tidak memiliki izin, walaupun judi tersebut bertentangan dengan nilai-nilai seluruh agama yang dianut. Guna menghindari adanya tindakan anarkisme dari kalangan ormas keagamaan terhadap maraknya praktik perjuadian yang ada, maka sudah seharusnya Pemerintah bersama DPR tanggap dan segera membuat perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang “larangan praktik perjudian” yang lebih tegas, khususnya larangan pemberian izin judi di tempat umum atau di kota-kota dan di tempat-tempat pemukiman penduduk, agar negara kita sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dimana masyarakatnya yang religius tetap terjaga imagenya.

pancasila tentang perjudian

  • BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Perkembangan kehidupan masyarakat yang begitu cepat sebagai hasil danproses pelaksanaan pembangunan di segala bidang kehidupan sosial, politik,ekonomi, keamanan dan budaya selain membawa dampak positif, juga telahmembawa dampak negatif berupa peningkatan kualitas dan kuantitas berbagaimacam kejahatan yang sangat merugikan dan meresahkan masyarakat, contohnyayaitu adanya praktek perjudian. Perjudian adalah suatu bentuk patologi sosialyang menjadi ancaman yang nyata atau potensial terhadap norma-norma sosialsehingga bisa mengancam berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikianperjudian dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspekmateril-spiritual. Oleh karena itu perjudian harus ditanggulangi dengan cara yangrasional. Salah satu usaha yang rasional tersebut adalah dengan pendekatankebijakan penegakan hukum pidana. Hukum pidana digunakan untuk menyelesaikan masalah sosial khususnyadalam penanggulangan kejahatan sebagai salah satu bentuk penyakit masyarakatdan satu bentuk patologi sosial seperti kasus perjudian. 1 Penegakan hukum pidana 1
  • 2. untuk menanggulangi perjudian sebagai perilaku yang menyimpang harus terusdilakukan. Hal ini sangat beralasan karena perjudian merupakan ancaman yangnyata terhadap norma-norma sosial yang dapat menimbulkan keteganganindividual maupun ketegangan-ketegangan sosial. 2 Judi bukan masalah baru di Indonesia. Pada masa pemerintahan OrdeBaru, untuk mengatasi masalah ini, lahir Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974tentang Penertiban Perjudian. Undang-undang ini jelas menyatakan bahwaancaman hukuman dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untukperjudian tidak sesuai lagi sehingga perlu diperberat. Bahkan, Pasal pelanggaranjudi dijadikan kejahatan dan hukumannya dinaikkan dari satu bulan menjadiempat tahun (Pasal 542 ayat 1), serta dari tiga bulan menjadi enam tahun (Pasal542 ayat 2). Pada kasus perjudian, walaupun ancaman hukuman diperberat dan jenisdelik diubah (dari pelanggaran menjadi kejahatan), tapi masalah masyarakat initidak tertanggulangi. Ada beberapa wacana untuk mengatasi, antara lainmelokalisasi judi (biasanya selalu menyebut contoh Malaysia dengan GentingHighland-nya), sebagian yang lain dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) dimasing-masing daerah. Ada juga keluhan bahwa penegak hukum kurang antusiasmemberantas judi di beberapa daerah. Hal itu biasanya dibumbui kecurigaanadanya kepentingan dari bisnis judi yang menguntungkan. Sebagian menyebut 2 Saparinah Sadli, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan KebijakanPidana, Cet.. II, (Bandung: Alumni, 1998) hal. 148. Universitas Sumatera Utara
  • 3. bahwa penegak hukum tidak bisa bertindak jika permainan judi itu mendapatkanizin dari pemerintah daerah. Tindak pidana perjudian adalah tanpa mendapat izin dengan sengajamenawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi danmenjadikannya sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatuperusahaan untuk itu, dan atau dengan sengaja menawarkan atau memberikesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turutserta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untukmenggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara. 3 Perjudian dalam proses sejarah dari generasi ternyata tidak mudah untukdiberantas. Meskipun kenyataan juga menunjukkan bahwa hasil perjudian yangdiperoleh oleh pemerintah dapat digunakan untuk usaha-usaha pembangunan,sebagai contoh, di DKI Jakarta semasa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin yangmelegalkan perjudian dan prostitusi. Namun, terlepas dari itu ekses negatif dariperjudian lebih besar daripada ekses positif. Oleh karena itu pemerintah danaparat hukum terkait harus mengambil tindakan tegas agar masyarakat menjauhidan akhirnya berhenti melakukan perjudian. 4 Penegakan hukum pidana di Indonesia dalam penanggulangan perjudianmengalami dinamika yang cukup menarik. Karena perjudian seringkali sudah 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian,Pasal 1. 4 Media Hukum, hukumonline.com, diakses tanggal 28 Nopember 2010. Universitas Sumatera Utara
  • 4. dianggap sebagai hal yang wajar dan sah (legal), namun di sisi lain kegiatantersebut sangat dirasakan berdampak negatif dan sangat mengancam ketertibansosial masyarakat. 5 Data yang diperoleh dari Polres Asahan menunjukkan bahwa kasusperjudian terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data selama 2 tahunterakhir yaitu pada tahun 2009 jumlah kasus perjudian yaitu 182 kasus, danmeningkat pada tahun 2010 menjadi 215 kasus. Kasus judi yang paling marak diwilayah hukum Polres Asahan adalah judi togel, judi KIM, judi handphone(SMS), judi joker, dan lain-lain. Dari 397 kasus perjudian yang ada dalam duatahun tersebut sudah dilimpahkan ke pengadilan sebanyak 385 kasus, sedangkan12 kasus lainnya tidak sampai ke pengadilan karena tersangka melarikan diri saatwajib lapor. 6 Berita miring yang sempat menerpa aparat kepolisian di daerah inimenyebutkan, maraknya perjudian karena adanya kerja sama antara bandar judidengan oknum-oknum polisi. Kondisi inilah yang kabarnya, membuat perjudian diAsahan lepas kendali. Meski hal tersebut telah dibantah oleh kepolisian atasketerlibatan anggotanya dalam melegalkan (kerjasama) bandar judi melakukanpraktik-praktik perjudian, namun masyarakat tetap saja mempertanyakan, kapanAsahan bisa bersih kembali dari perjudian. Bukan hanya masyarakat saja yangmemprotes kehadiran permainan judi yang ditemukan di Asahan, seperti judi 5 Judi: Hipokrisi, Lokalisasi, Legalisasi, http://www.freelists.org/cgi-bin/list?list_id=-untirtanet., diakses tanggal 15 Oktober 2010. 6 Data diperoleh dari Polres Asahan, Januari 2011. Universitas Sumatera Utara
  • 5. samkwang, judi Singapore, togel, judi KIM dan judi undian, pemuka masyarakatdan masyarakat umum juga tidak menginginkan judi hidup dan berkembang dimasyarakat. 7 Beberapa informasi dapat diketahui bahwa keadaan perekonomianmasyarakat Asahan saat ini sudah berada pada tahap sangat sulit danmemprihatinkan akibat meningkatnya harga kebutuhan pokok. Hal tersebut sebagaiakibat dari rendahnya penghasilan masyarakat, di samping itu banyaknya anggotamasyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan, hilangnya pekerjaan akibat adanyapengurangan tenaga kerja (PHK) dari perusahaan-perusahaan tempat merekabekerja. Jika pun mereka mempunyai pekerjaan, penghasilan yang diperoleh jauhdari dapat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat dengankeluarganya. Berbagai hal tersebut menyebabkan mereka berusaha untuk menutupikekurangan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai cara ditempuhbaik yang sah atau legal menurut hukum, maupun yang illegal atau bertentangandengan hukum. Bagi sebagian anggota masyarakat jalan yang tidak menurut hukumditempuh karena hal itu merupakan pilihan terbaik menurut dan bagi mereka. Salahsatu cara yang banyak ditempuh dilarang dan akan mengakibatkan merekaberurusan dengan pihak yang berwajib mereka tetap melakukannya, dengan harapankalau menang dapat menutupi kebutuhan hidup mereka. 7 Perjudian dan Komitmen Aparat, www.medanbisnisdaily.com, diakses tanggal 20 Januari2011. Universitas Sumatera Utara
  • 6. Perjudian menjadi salah satu pilihan yang dianggap sangat menjanjikankeuntungan tanpa harus bersusah payah bekerja, judi dianggap sebagai pilihan yangtepat bagi rakyat kecil untuk mencari uang dengan lebih mudah. Mereka kurangmenyadari bahwa akibat judi jauh lebih berbahaya dan merugikan dari keuntunganyang akan diperolehnya dan yang sangat jarang dapat diperolehnya. Dengan adanya berbagai faktor penyebab tersebut, polisi menemui hambatandalam menertibkan perjudian. Hasil penelitian Galih Ian Rahadyan (2008)menunjukkan bahwa hambatan dalam penanggulangan tindak pidana perjudian diPolres Sragen berasal dari masyarakat (luar kepolisian) ataupun dari dalam tubuhpolisi sendiri. Hambatan yang berasal dari masyarakat/luar tubuh kepolisian, yaitu :Perjudian bersifat tidak tetap atau berpindah–pindah, masyarakat tidak mau dijadikansaksi dalam perkara perjudian, Sebagian masyarakat masih memandang bahwaperjudian adalah warisan nenek moyangnya, perjudian adalah budaya, dan bukanmerupakan pelanggaran hukum. Hambatan yang berasal dari dalam tubuh kepolisian,yaitu: Aparat kepolisian yang terbatas, Tidak ada satuan khusus yang menanganimasalah perjudian, Adanya oknum kepolisian yang menjadi back-up perjudian. 8 Banyaknya kasus perjudian di Asahan dan berbagai daerah di Indonesiaakan menjadi menghambat pembangunan nasional yang beraspek materil-spiritual.Karena perjudian mendidik orang untuk mencari nafkah dengan tidak sewajarnyadan membentuk watak “pemalas”. Sedangkan pembangunan membutuhkan 8 Galih Ian Rahadyan, Kebijakan dan Peran Kepolisian Resor Sragen Dalam PenanggulanganTindak Pidana Perjudian Demi Menciptakan Ketertiban Masyarakat. Abstrak. Universitas Sumatera Utara
  • 7. individu yang giat bekerja keras dan bermental kuat. 9 Sangat beralasan kemudianjudi harus segera dicarikan cara dan solusi yang rasional untuk suatupemecahannya. Karena sudah jelas judi merupakan problema sosial yang dapatmengganggu fungsi sosial dari masyarakat. 10 Salah satu tantangan yang dihadapi polisi dalam pelaksanaan tugaskesehariannya adalah adanya kesenjangan masyarakat atas tugas-tugas polisiseharusnya dengan kenyataan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. untukmencapai pelaksanaan tugas kepolisian tersebut, polisi melakukan sejumlahtindakan-tindakan sesuai tugas dan wewenang yang diberikan dalam pengertianbahwa kepolisian harus menjalankan tugas dan wewenangnya setiap waktumeliputi : pelayanan masyarakat, menjaga ketertiban dan keamanan sertapenegakan hukum, mengingat judi merupakan salah satu tindak pidanakejahatan. 11 Kepolisian merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memilikiperanan penting dalam negara hukum. Di dalam negara hukum kehidupan hukumsangat ditentukan oleh faktor struktur atau lembaga hukum, di samping faktor-faktor lain, seperti faktor substansi hukum dan faktor kultur hukum. Dengan 9 B. Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, (Bandung : Tarsito, 1990),hal. 352-353 10 Ibid, hal. 354 11 Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perpolisian Masyarakat, Buku Pedoman Pelatihanuntuk Anggota Polri, Jakarta: 2006, hal. 71. Universitas Sumatera Utara
  • 8. demikian, efektivitas operasional dari struktur atau lembaga hukum sangatditentukan oleh kedudukannya dalam organisasi negara. 12 Dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tugas pokok Kepolisian NegaraRepublik Indonesia adalah: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanankepada masyarakat. 13 Berkaitan dengan tindak kejahatan perjudian, maka tugas polisi yaitumenegakkan hukum, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta pelayanandan pengayoman masyarakat adalah tugas yang mulia, yang aplikasinya harusberasaskan legalitas, undang-undang yang berlaku dan hak azasi manusia. Ataudengan kata lain harus bertindak secara professional dan memegang kode etik secaraketat dan keras, sehingga tidak terjerumus ke dalam perilaku yang dibencimasyarakat, terutama dalam memberantas tindak pidana perjudian. Penggunaan upaya hukum termasuk hukum pidana, merupakan salah satuupaya mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakanhukum. Disamping itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraanmasyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum itupun termasukdalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai 12 Sadjijono, Seri Hukum Kepolisian, Polri dan Good Governance, (Jakarta: LaksbangMediatama, 2008), hal. 1. 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian NegaraRepublik Indonesia, Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Bab III,Pasal 13. Universitas Sumatera Utara
  • 9. kesejahteraan masyarakat. Sebagai suatu masalah yang termasuk kebijakan, makapenggunaan (hukum) pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan. 14 Keberhasilan polisi dalam penanggulangan kejahatan harus disyaratkan padaintegralitas berbagai pendekatan, yang secara garis besarnya dapat dibagi menjadipendekatan penal, melalui penerapan hukum pidana dan upaya non-penal, yaitukebijakan penanggulangan tanpa penerapan hukum pidana, melainkan dititikberatkanpada berbagai kebijakan sosial. 15 Hal ini dilatarbelakangi bahwa kejahatan adalahmasalah sosial dan masalah kemanusiaan. Oleh karena itu upaya penanggulangankejahatan tidak hanya dapat mengandalkan penerapan hukum pidana semata, tetapijuga melihat akar lahirnya persoalan kejahatan ini dari persoalan sosial, sehinggakebijakan sosial juga sangat penting dilakukan. 16 Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) sebagai bagian darikebijakan penegakan hukum (law enforcement policy) harus mampu menempatkansetiap komponen sistem hukum dalam arah yang kondusif dan aplikatif untukmenanggulangi kejahatan, termasuk peningkatan budaya hukum masyarakat sehinggamau berpartisipasi secara aktif dalam penanggulangan kejahatan. Keterlibatanmasyarakat ini sangat penting karena menurut G. Pieter Hoefnagels bahwa kebijakanpenanggulangan kejahatan (criminal policy) merupakan usaha yang rasional darimasyarakat sebagai reaksi mereka terhadap kejahatan. Selanjutnya dikatakan bahwa 14 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni,1992), hal. 119. 15 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-PenalPolicy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan. (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal. 55. 16 Ibid, hal.51. Universitas Sumatera Utara
  • 10. kebijakan penanggulangan kejahatan merupakan ilmu untuk menanggulangikejahatan. 17 Berbagai kalangan dalam masyarakat mengkritisi peran polisi, adaapresiasi yang diberikan masyarakat terhadap keberhasilan polisi, terutamapemberantasan terorisme. Tapi di sisi lain, masih banyak keluhan masyarakatseperti mengenai kasus korupsi, dan kasus perjudian yang semakin meresahkanmasyarakat. Kultur korps berseragam cokelat ini belum banyak berubah, meskisudah 10 tahun lebih memisahkan diri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI).Peran polisi sebagai pelayan dan pengayom masyarakat masih sebatas pada lipservice atau ucapan belaka. Dalam penanganan kasus perjudian, polisi dapatberperan dengan menangkap pelaku kasus perjudian, baik pemain maupun bandarjudi, dan melimpahkan kasusnya ke pengadilan agar mendapat hukuman dengandijerat Pasal-Pasal dalam hukum pidana. 18 Efektifitas upaya penegakan hukum untuk merintangi berkembangnyaperjudian hingga saat ini di Polres Asahan dirasa belum optimal. Permasalahanyang dibahas adalah bagaimana peran Polri dalam penanggulangan tindak pidanakasus perjudian di Wilayah Hukum Polres Asahan dan apa saja kendala-kendalayang dihadapi dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian tersebut. 17 G. Pieter Hoefnagels, The Other Side of Criminology, An Inversion of The Concept ofCrime. (Holland: Kluwer Deventer, 1992), yang dikutip oleh Mahmud Mulyadi, 2008, Opcit. hal.52 18 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan PenanggulanganKejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 72. Universitas Sumatera Utara
  • 11. Adanya berbagai macam alasan di atas, penulis tertarik untuk mengadakanpenelitian yang berhubungan dengan kebijakan Polri dalam pemberantasanperjudian khususnya penanganan hukum pidana di Wilayah Hukum Polres Asahandengan judul: “Kebijakan Polri Dalam Penanggulangan Tindak PidanaPerjudian (Studi Di Wilayah Hukum Polres Asahan).B. Perumusan Masalah Meningkatnya kasus perjudian di Wilayah Hukum Polres Asahan secaralangsung berdampak terhadap penerapan hukum pidana pada pelaku. Sehinggadari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :1. Bagaimanakah konsep penanggulangan kejahatan perjudian dari sudut pandang criminal policy?2. Bagaimana kebijakan Polri dalam penanggulangan tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Asahan?3. Faktor-faktor apakah yang menghambat penanggulangan tindak pidana perjudian oleh aparat penegak hukum di wilayah Polres Asahan?C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk memperjelasmasalah-masalah yang telah dirumuskan. Tujuan secara umum penelitian ini untukmenganalisis secara yuridis peran Polri dalam pidana kasus perjudian di wilayahhukum Polres Asahan. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalahsebagai berikut : Universitas Sumatera Utara
  • 12. 1. Untuk mengetahui konsep penanggulangan kejahatan perjudian dari sudut pandang criminal policy?2. Untuk mengetahui kebijakan Polri dalam penanggulangan tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Asahan3. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penanggulangan tindak pidana perjudian oleh aparat penegak hukum di wilayah Polres AsahanD. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :1. Kegunaan akademis yaitu sebagai tambahan referensi untuk memperkaya khasanah penelitian khususnya penelitian yang berhubungan dengan peran Polri dalam penanganan kasus perjudian.2. Kegunaan praktis yaitu sebagai evaluasi dan memberikan informasi pemikiran serta pertimbangan dalam menangani perjudian di wilayah hukum Polres Asahan dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dan pemerintah khususnya dalam menangani perjudian.E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pemerikaan yang dilakukan oleh peneliti di PerpustakaanUniversitas Sumatera Utara (USU) Medan, bahwa penelitian mengenai kebijakanPolri dalam tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Asahan belum pernahdilakukan dengan pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Sehingga dapatdikatakan bahwa penelitian ini asli dan belum pernah diteliti baik dari segi materimaupun lokasi penelitian, dengan demikian keaslian penelitian ini dapatdipertanggungjawabkan secara terbuka. Universitas Sumatera Utara
  • 13. F. Kerangka Teori dan Konsepsi1. Kerangka Teori Demi tercapainya tujuan negara yang makmur serta adil dan sejahteramaka diperlukan suasana yang kondusif dalam segala aspek termasuk aspekhukum. Untuk mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya tersebut,negara Indonesia telah menentukan kebijakan sosial (social policy) yang berupakebijakan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial (social welfare policy) dankebijakan memberikan perlindungan sosial (social defence policy). 19 Kebijakan untuk memberikan perlindungan sosial (social defense policy)salah satunya dengan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidanaatau kejahatan yang aktual maupun potensial terjadi. Segala upaya untukmencegah dan menanggulangi tindak pidana/kejahatan ini termasuk dalamwilayah penanggulangan kejahatan atau kebijakan kriminal (criminal policy). 20 Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) menurutHoefnagels dapat dilakukan dengan memadukan upaya penerapan hukum pidana(criminal law application), pencegahan tanpa menggunakan hukum pidana(prevention without punishment) dan upaya mempengaruhi pandangan masyarakatterhadap kejahatan dan pemidanaan melalui media massa “influencing views ofsociety on crime and punishment (mass media).” 21 19 Barda Nawawi Arief, Opcit. hal. 73. 20 Ibid, hal. 73. 21 G. Pieter Hoefnagels. Opcit, hal. 56 Universitas Sumatera Utara
  • 14. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh G. Pieter Hoefnagels di atas,maka kebijakan penanggulangan kejahatan dapat disederhanakan melalui duacara. Pertama, kebijakan penal (penal policy) yang biasa disebut dengan criminallaw application”. Kedua, kebijakan non-penal (non-penal policy) yang terdiri dari“prevention without punishment” dan “influencing views of society on crime andpunishment (mass media).” Pendekatan integral antara penal policy dan non penal policy dalampenanggulangan kejahatan harus dilakukan karena pendekatan penerapan hukumpidana semata mempunyai berbagai keterbatasan. Terdapat dua sisi yang menjadiketerbatasan hukum pidana ini. Pertama, dari sisi hakikat kejahatan. Hukumpidana tidak akan mampu melihat secara mendalam tentang akar persoalankejahatan ini bila tidak dibantu oleh disiplin lain. Kedua, keterbatasan hukumpidana dapat dilihat dari hakikatnya hanya obat sesaat sebagai penanggulangangejala semata dan bukan alat penyelesaian yang tuntas dengan menghilangkansumber penyebabnya 22 Pembangunan dalam bidang hukum khususnya pembangunan hukumpidana, tidak hanya mencakup pembangunan yang bersifat struktural, yaknipembangunan lembaga-lembaga hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme,tetapi harus juga mencakup pembangunan substansial berupa produk-produk yangmerupakan hasil suatu sistem hukum dalam bentuk peraturan hukum pidana dan 22 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek kebijakan Penegakan dan Pengembangan HukumPidana. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 44-45. Universitas Sumatera Utara
  • 15. yang bersifat kultural, yakni sikap-sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhiberlakunya sistem hukum. 23 Penggunaan hukum pidana sebagai suatu upaya untuk mengatasi masalahsosial (kejahatan) termasuk dalam bidang penegakan hukum (khususnyapenegakan hukum pidana). Oleh karena itu sering dikatakan bahwa politik ataukebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (lawenforcement policy). 24 Muladi mengemukakan, penggunaan upaya hukum(termasuk hukum pidana) sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalahsosial seperti perjudian diharapkan dapat membuat efek jera bagi parapelakunya. 25 Dewasa ini, berbagai macam bentuk perjudian merebak dalam kehidupanmasyarakat sehari-hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Bahkan sebagian masyarakat sudah cenderung permissif dan seolah-olahmemandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar, sehingga tidak perlu lagidipermasalahkan. Sehingga yang terjadi di berbagai tempat sekarang ini banyakdibuka agen-agen judi togel dan judi-judi lainnya yang sebenarnya telah menyedotdana masyarakat dalam jumlah yang cukup besar. Sementara itu di sisi lain, memangada kesan aparat penegak hukum kurang begitu serius dalam menangani masalah 23 Nyoman Serikat Putra Jaya, Relevansi Hukum Pidana Adat dalam Pembaharuan HukumPidana Nasional, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005). hal. 3-4. 24 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra AdityaBakti, 2002), hal 26. 25 Muladi, “Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana”, (Semarang: Badan Penerbit UNDIP, ,1995), hal. 35. Universitas Sumatera Utara
  • 16. perjudian ini. Bahkan yang lebih memprihatinkan, beberapa tempat perjudiandisinyalir mempunyai backing dari oknum aparat keamanan. Polri sebagai salah satu pilar pertahanan negara pada dasarnya mempunyaitugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan secara yuridis dalam Undang-UndangKepolisian Nomor 2 Tahun 2002 itu bukan sesuatu yang baru, melainkan sudahpernah diatur dalam produk hukum sebelumnya yang sudah tidak berlaku lagi,terutama Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997. Tugas POLRI yang ditetapkandalam Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:1. Tugas Polri sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat antara lain: Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan; membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. 262. Tugas Polri sebagai penegak hukum antara lain : Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk keamanan swakarsa; melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; 26 Pasal 14 ayat 1 huruf a, b dan c Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002. Universitas Sumatera Utara
  • 17. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan untuk kepentingan tugas kepolisian. 273. Tugas Polri sebagai pengayom dan pelayan masyarakat antara lain : Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian. 28 Berkaitan dengan penegakan hukum, peran Polri diantaranya yaitumelakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai denganhukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Salah satu tindakpidana yang menjadi tanggungjawab Polri yaitu menanggulangi kasus perjudian. Pada hekekatnya perjudian bertentangan dengan agama, kesusilaan danmoral Pancasila serta membahayakan masyarakat, bangsa dan negara dan ditinjaudari kepentingan nasional. Perjudian mempunyai dampak yang negatif merugikanmoral dan mental masyarakat terutama generasi muda. Di satu pihak judi adalahmerupakan problem sosial yang sulit ditanggulangi dan timbulnya judi tersebutsudah ada sejak adanya peradaban manusia. 27 Pasal 14 ayat 1 huruf d, e, f, g dan h Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002. 28 Pasal 14 ayat 1 huruf I, j dan k Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 Universitas Sumatera Utara
  • 18. Selain dilarang oleh agama, judi juga secara tegas dilarang oleh hukumpositif (KUHP). Hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 303 KUHP Jo. UUNo.7 tahun 1974 tentang Penertiban Judi Jo. Peraturan Pemerintah No. 9 tahun1981 Jo. Instruksi Presiden dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.5, tanggal 1April 1981. Hal tersebut disadari pemerintah, maka dalam rangka penertibanperjudian, Pasal 303 KUHP tersebut dipertegas dengan UU. No.7 Tahun 1974,yang di dalam Pasal 1, mengatur semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.Di sini dapat dijelaskan bahwa semua bentuk judi tanpa izin adalah kejahatantetapi sebelum tahun 1974 ada yang berbentuk kejahatan (Pasal 303 KUHP), adayang berbentuk pelanggaran (Pasal 542 KUHP) dan sebutan Pasal 542 KUHP,kemudian dengan adanya UU. No.7 Tahun 1974 diubah menjadi Pasal 303 bisKUHP. Menurut perspektif hukum sendiri, tindak pidana perjudian ini sangat tidaksesuai dengan hukum yang berlaku di Negara kita, yaitu diatur dalam KUHP Pasal303 KUHP jo. Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1974 yaitu :(1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah, barang siapa dengan tidak berhak: Ke-1 Dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi sebagai mata pencahariannya, atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan main judi. Universitas Sumatera Utara
  • 19. Ke-2 Dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan perjudian itu, biarpun diadakan atau tidak diadakan suatu syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu. Ke-3 turut main judi sebagai mata pencaharian.(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.(3) Main judi berarti tiap-tiap permainan, yang kemungkinannya akan menang pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja, juga kalau kemungkinan itu bertambah besar karena pemain lebih pandai dan atau lebih cakap. Main judi mengandung juga segala pertaruhan tentang keputusan perombakan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main itu, dan juga segala pertaruhan lain. Perjudian menurut KUHP dalam Pasal 303 ayat (3) yang diubah denganUndang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian disebutkanbahwa: “Yang disebut permainan judi, adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapatkan untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.” 29 29 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Universitas Sumatera Utara
  • 20. Dali Mutiara, dalam tafsiran KUHP menyatakan permainan judi sebagaiberikut: “Permainan judi berarti harus diartikan dengan artian yang luas juga termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan kuda atau lain-lain pertandingan, atau segala pertaruhan, dalam perlombaan- perlombaan yang diadakan antara dua orang yang tidak ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-lain”. 30 Saat ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah demikian merebakdalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik yang bersifat terang-teranganmaupun secara sembunyi-sembunyi. Bahkan sebagian masyarakat sudahcenderung permisif dan seolah-olah memandang perjudian sebagai sesuatu halwajar, sehingga tidak perlu lagi dipermasalahkan. Sehingga yang terjadi diberbagai tempat sekarang ini banyak dibuka agen-agen judi togel dan judi-judilainnya yang sebenarnya telah menyedot dana masyarakat dalam jumlah yangcukup besar. Sementara itu di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukumkurang begitu serius dalam menangani masalah perjudian ini. Bahkan yang lebihmemprihatinkan, beberapa tempat perjudian disinyalir mempunyai backing darioknum aparat keamanan. Dalam arahannya KaPolri yang baru, Timur Pradopo, menyatakan bahwauntuk pemberantasan terhadap bentuk kasus perjudian, polisi harus secarakonsisten, karena disinyalir masih tetap berlangsung di wilayah-wilayah tertentudengan modus operandi yang beraneka ragam. Terkait dengan itu segera 30 Dali Mutiara, Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta : Ghalia Indonesia,1962), hal. 220. Universitas Sumatera Utara
  • 21. melaksanakan: menginventarisir kembali kegiatan berbagai bentuk perjudian diwilayah masing-masing; memberikan tindakan tegas terhadap bentuk perjudianyang masih berlangsung serta proses secara profesional, proporsional dan tuntas;menindak tegas oknum anggota, yang terlibat dalam kasus perjudian; Melaporkankegiatan penindakan perjudian secara periodik, berjenjang dan berlanjut kepadakesatuan atas. 31 Melihat fakta yang ada, penegakan hukum oleh polisi terhadap perjudianini tidak terlaksana dengan optimal. Para penjudi dan bandar-bandar judi tidakdihukum sesuai dengan hukum yang berlaku, padahal perjudian ini jelas suatutindak pidana yang bertentangan dengan hukum di Indonesia. Dalamkenyataannya dimana masyarakat tidak ada yang perduli akan tindak pidanaperjudian yang terjadi di lingkungannya, mereka memilih diam dan tidak adaperilaku hukum yang seharusnya ada dan dilakukan yaitu dengan menindak agarperjudian tersebut dapat dihilangkan dan para penjudi bisa ditangkap sesuaihukum yang berlaku. 32 Peran polisi sangat besar di dalam penegakan hukum pidana. Polisi sebagaibagian dari aparat penegak hukum merupakan salah satu subsistem yang bertugasdalam bidang penyidik dan penyelidik tindak pidana. Kedudukan Polri sebagaipenegak hukum tersebut ditetapkan dalam Undang-undang Kepolisian NegaraRepublik Indonesia dalam Pasal 1 butir (1) dan Pasal 2 bahwa: 31 Arah Kebijakan KaPolri Tentang Revitalisasi Polri Menuju Pelayanan Prima GunaMeningkatkan Kepercayaan Masyarakat, diakses dari http://www.kalsel.Polri.go.id/index.php/profil/fungsi-pembinaan/bid-humas.html tanggal 09 Desember 2010. 32 B. Simandjuntak, Opcit, hal. 355. Universitas Sumatera Utara
  • 22. Pasal 1 butir (1) “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Pasal 2 “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. 33 Dari bunyi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 1 butir (1) danPasal 2 tersebut dapat dilihat dengan jelas bahwa Polri dalam kedudukannyasebagai aparat penegak hukum mempunyai fungsi menegakkan hukum di bidangyudisial, tugas preventif maupun represif. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadjijono 34 bahwa fungsi kepolisiantentunya berkaitan erat dengan tugas dan wewenang lembaga kepolisian yangdilaksanakan untuk mencapai tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut. Secaraumum, tujuan dibentuknya lembaga kepolisian adalah untuk menciptakan kondisiaman, tenteram dan tertib dalam masyarakat. Dalam menyelenggarakan tugas danwewenang tersebut dicapai melalui tugas preventif, pre-emtif dan tugas represif. Tugas-tugas di bidang preventif dilaksanakan dengan konsep dan polapembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan dan pelayanankepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib, dan tenteram tidakterganggu segala aktivitasnya. Faktor-faktor yang dihadapi pada tataran preventifini secara teoritis dan teknis kepolisian, mencegah adanya Faktor KorelasiKriminogin (FKK) tidak berkembang menjadi Police Hazard (PH) dan muncul 33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian NegaraRepublik Indonesia. 34 Sadjijono, Opcit, hal. 194. Universitas Sumatera Utara
  • 23. sebagai Ancaman Faktual (AF). Sehingga dapat diformulasikan apabila niat dankesempatan bertemu, maka akan terjadi kriminalitas atau kejahatan (n + k = c),oleh karena itu langkah preventif adalah usaha mencegah bertemunya niat dankesempatan berbuat jahat, sehingga tidak terjadi kejahatan atau kriminalitas. 35 Pengertian dari Faktor Korelasi Kriminogin (FKK) tersebut adalah situasidan kondisi yang padat dengan faktor-faktor yang dapat menstimulir terjadinyaPolice Hazard dan Ancaman Faktual. Police Hazard (PH) adalah situasi dankondisi sangat potensial untuk menjadi gangguan-gangguan dan ketertibanmasyarakat, dan Ancaman Faktual (AF) adalah ancaman yang nyata dan terwujuddalam bentuk gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti kejahatanatau pelanggaran hukum. Tindakan preventif ini biasanya dilakukan melalui carapenyuluhan, pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli polisi dan lain-lainsebagai teknis dasar kepolisian. 36 Tugas-tugas di bidang represif, adalah mengadakan penyidikan ataskejahatan dan pelanggaran menurut ketentuan dalam Undang-Undang. Tugasrepresif ini sebagai tugas kepolisian dalam bidang peradilan atau penegakanhukum, yang dibebankan kepada petugas kepolisian, sebagaimana dikatakan olehHarsja W. Bachtiar, bahwa petugas-petugas kepolisian dibebani dengantanggungjawab khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menanganitindakan-tindakan kejahatan, baik dalam bentuk tindakan terhadap pelaku 35 Ibid, hal. 194. 36 Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, (Jakarta: Cipta Manunggal, 1997), hal. 384. Universitas Sumatera Utara
  • 24. kejahatan maupun dalam bentuk upaya pencegahan kejahatan agar supaya paraanggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram. 37 Tugas preventif dan represif tersebut pada tataran tertentu menjadi suatutugas yang bersamaan, oleh karena itu pekerjaan polisi pun menjadi tidak mudah,pada satu sisi dihadapkan pada struktur sosial dalam rangka memeliharakeamanan dan ketertiban masyarakat, di sisi lain dihadapkan pada strukturbirokrasi dan hukum modern yang memiliki ciri rasional. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui peran polisidalam penanggulangan tindak pidana perjudian, maka teori yang digunakan untukmenganalisis tujuan tersebut berdasarkan teori G. Pieter Hoefnagels tentangkebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) melalui pendekatan integralantara penal policy dan non penal policy. Melalui pendekatan ini, aparat penegakhukum khususnya Polri harus mampu memadukan dalam setiap aktivitasnyamenanggulangi kejahatan.2. Kerangka Konsepsi Untuk memberikan pemahaman yang sama atas istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, peneliti memberikan pengertian-pengertian operasional terhadap istilah-istilah tersebut yaitu: a. Kebijakan adalah suatu perencanaan atau program mengenai apa yang akan dilakukan dalam menghadapi problema tertentu dan bagaimana cara 37 Harsjah W. Bachtiar, Ilmu Kepolisian, (Jakarta: Gramedia, 2004). hal. 1 Universitas Sumatera Utara
  • 25. melakukan atau melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan atau diprogramkan. 38 b. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 39 c. Peran polisi / Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan khususnya dalam menindak kejahatan yang meresahkan masyarakat yaitu perjudian. 40 d. Penanggulangan adalah upaya mengatasi kejahatan lewat jalur penal yang lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindakan/pemberantasan/ penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan sifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum terjadinya kejahatan. 41 e. Judi atau perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa- 38 Barda Nawawi Arief, Opcit, hal. 72. 39 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian NegaraRepublik Indonesia, hal. 3. 40 Ibid, hal. 4 41 Barda Nawawi Arief, Upaya Non Penal Dalam Penanggulangan Kejahatan, Makalahdisampaikan pada Seminar Kriminologi VI, (Semarang, 16-18 September 1991), hal.2. Universitas Sumatera Utara
  • 26. peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak / belum pasti hasilnya. 42 f. Jenis perjudian adalah ragam bentuk judi terbagi dalam perjudian di kasino (Blackjack, Slot machine (Jackpot), Poker, Hwa Hwe, Qiu-qiu, dan lain- lain), perjudian di tempat-tempat keramaian (lempar gelang, lempar bola, lembar uang, Kim, mayong, erek-erek, dan lain-lain), dan perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan (adu kerbau, adu burung merpati, adu ayam, dan lain-lain). 43G. Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dan untuk menjawab tujuanpenelitian maka dalam metode penelitian ini langkah-langkah yang digunakanadalah sebagai berikut :1. Jenis dan Sifat Penelitian Oleh karena fokus dan tujuan dari penelitian ini lebih berorientasi kepada upaya untuk memahami dan menjelaskan efektivitas peran Polri dalam menanggulangi tindak pidana perjudian, maka “penelitian kualitatif” yang akan menjadi landasan studi ini, dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk menganalisis konsep-konsep hukum dan peraturan yang berkaitan dengan pokok bahasan. 42 Kartini Kartono, Patologi Sosial, Cet. 1, Jilid I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)hal. 65. 43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 tentang PelaksanaanUndang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Universitas Sumatera Utara
  • 27. Pendekatan yuridis sosiologis digunakan untuk melihat hukum sebagai pola perilaku masyarakat dan terlihat sebagai kekuatan sosial. Dalam kebijakan penanggulangan kejahatan, selain pendekatan penal melalui penerapan hukum pidana, maka pendekatan non-penal (non-penal policy) berupa pemberdayaan masyarakat menjadi kekuatan besar untuk mencegah dan mengurangi angka kejahatan.2. Sumber Data Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: a. Bahan hukum primer yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, Undang-undang Kepolisian No. 2 tahun 2002, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar, pertemuan ilmiah atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek penelitian ini. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah, surat kabar, majalah dan internet juga menjadi tambahan bagi penulisan penelitian ini Universitas Sumatera Utara
  • 28. sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini melalui data primer yang diperoleh melalui studi lapangan (field research) dan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual yang berhubungan dengan penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya tulis lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Studi lapangan dilakukan untuk menggali dan memahami secara mendalam mengenai persepsi serta pendapat responden terhadap fakta-fakta kejahatan perjudian di Wilayah Hukum Polres Asahan.4. Alat Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yaitu melalui wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada informan, sedangkan data sekunder yaitu dengan menggunakan studi dokumentasi. Studi dokumentasi adalah dengan cara mempelajari undang-undang, peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, bulletin dan dokumentasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Universitas Sumatera Utara
  • 29. 395. Analisis Data Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan diorganisasikan, serta diurutkan dalam suatu pola tertentu sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hal-hal yang sesuai dengan bahasan penelitian. Seluruh data dianalisa secara kualitatif, yaitu menginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat atau tanggapan responden, kemudian menjelaskannya secara lengkap dan komprehensif mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan pokok persoalan. 44 Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data hakikatnya adalah kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. Kegiatan tersebut antara lain adalah : a. Memilih peraturan perundang-undangan dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan berkaitan dengan kepolisian dan kasus perjudian. b. Bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis untuk menemukan jawaban yang tepat untuk menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian. c. Analisis dilakukan secara tekstual dengan memperhatikan hubungan seluruh bahan hukum tersebut.